Ransomware adalah salah satu jenis malware sehingga penting bagi kita untuk mengetahui apa itu malware. Malware adalah kependekan dari malicious software, yaitu perangkat lunak yang dirancang sedemikian rupa untuk menyebabkan kerusakan pada suatu komputer, server atau jaringan komputer, baik berupa virus, spyware atau semisalnya. Dengan demikian, istilah malware ini sangat luas mencakup virus, spyware, adware, dan juga ransomware. Selama perangkat lunak ditujukan untuk merusak dan mengganggu suatu sistem, ia termasuk malware.
Ransomware adalah malware yang dirancang untuk mencegah akses pada suatu sistem sampai uang tebusan (ransom) dibayarkan. Ransomware adalah salah satu bentuk malware karena sifatnya memberikan gangguan dan kerugian pada pengguna. Ciri khusus ransomware dari malware yang lain adalah permintaan tebusan (atau semisalnya) dari penebar ransomware untuk membebaskan pengguna dari ransomware.
Apakah ransomware itu termasuk virus? Bisa ya, bisa juga tidak. Suatu malware disebut virus jika ia punya kemampuan untuk menyebarkan dirinya dari satu file ke file lain, atau dari satu komputer ke komputer lain, tanpa sepengetahuan pengguna komputer.
Ransomware diyakini mulai ditemukan pada tahun 1989, berupa AIDS Info Disk Trojan atau disebut juga PC Cyborg Trojan (PCT) yang dibuat oleh Dr. Joseph Popp, seorang ahli biologi dengan gelar doktor dari Universitas Harvard. PCT menjangkiti data yang disimpan ke floppy disk (disket) 5,25 inci. Setiap kali disket tersebut diakses, PCT mengganti file autoexec.bat di komputer korban dan ia akan memantau booting yang dilakukan komputer tersebut. Ketika booting sudah mencapai hitungan 90 kali sejak terjangkit PCT, ia akan menyembunyikan semua direktori dan mengenkripsi semua file, serta meminta tebusan sebesar 189 dolar yang harus dibayarkan ke PC Cyborg Corporation di Panama via pos.
Gambar 1 : Permintaan Tebusan dari AIDS Info Disk Trojan atau PCT
Sejak saat itu setidaknya ada 23 kasus ransomware yang mencuat ke publik hingga sekarang. Di antaranya yang paling terkenal adalah CryptoLocker yang muncul 2 kali di tahun 2013, dan CryptoWall yang muncul 4 kali di tahun 2014 dan 2015 (tiga kali). Negara yang paling banyak terdampak oleh kemunculan ransomware adalah: Amerika Serikat, Jepang, UK, Italia, Jerman dan Rusia. Tahun 2015 adalah tahun serangan ransomware termasif dalam catatan sejarah.
Ransomware secara umum ada 2 jenis:
Baca Juga : Tips Mengamankan Web WordPress dari Inject/ Kerusakan Data
Sebagaimana malware umumnya, ransomware menyerang dengan menggunakan trojan yang disamarkan menjadi file atau aplikasi tidak berbahaya, kemudian penggunakan melakukan suatu aksi pada trojan tersebut, baik berupa download (unduh) atau membukanya. Namun, ada tiga metode yang paling sering digunakan penebar ransomware:
Exploit adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mencari vulnerability (kelemahan sistem), sehingga ketika kelemahan telah ditemukan, penebar ransomware bisa menggunakan kelemahan tersebut untuk menyisipkan ransomware. Biasanya malicious code yang ditanam di sebuah situs web (biasanya berupa iklan), ketika diakses, akan melakukan redirect ke halaman yang membuat pengguna mengunduh exploit.
Penebar ransomware membuat email yang terkesan bisa dipercaya. Contohnya adalah tawaran pekerjaan, newsletter informasi IT, email dari lembaga sosial dan semacamnya yang dalam email tersebut dilampirkan file yang executable seperti .exe, .doc, .js, .msi, .ppt, atau yang lainnya, padahal ia mengandung ransomware. Ketika lampiran tersebut dibuka atau diunduh, ransomware secara tersembunyi sedang diinfeksikan ke komputer.
Seperti metode lampiran email, penebar ransomware dengan metode tautan membuat email yang terkesan bisa dipercaya. Namun, email itu mengandung tautan yang sangat menarik untuk diklik atau bahkan memang isi email memerintahkan pengguna mengklik tautan tersebut. Ketika diklik, URL dari tautan tersebut sejatinya mengunduh file yang mengandung ransomware dan menginfeksi komputer.
Selain tiga metode ini, mereka juga menggunakan metode-metode lain yang umumnya digunakan untuk menyebarkan malware seperti: email spam, SMS spam, software downloader, bisnis afiliasi, social engineering, dan juga melalui penetrasi.
Penyebar ransomware mendapatkan keuntungan dari uang tebusan (ransom). Namun, bagaimana penebar ransomware bisa mendapatkan tebusan mereka dengan aman dan lancar? Andai mereka menampilkan rekening bank tentu dengan mudah dilaporkan dan langsung diblokir oleh bank yang bersangkutan. Mereka tidak kehabisan akal, ada banyak cara untuk menjamin uang tebusan sampai ke tangan mereka dengan aman.
AIDS Info Trojan, ransomware pertama, menggunakan metode pengiriman cek ke sebuah kotak surat di Panama. Trojan Ransomlock, ransomware yang merajalela di tahun 2009 menggunakan metode pembayaran wire transfer, sedangkan ransomware di tahun-tahun setelahnya umumnya menggunakan Paysafecard, MoneyPak, UKash, CashU, MoneXy. Bahkan sebagian ransomware yang ada sekarang masih menggunakan sebagian metode pembayaran ini.
Kemunculan Bitcoin di tahun 2009 mengubah cara pandang masyarakat tentang alat pembayaran digital. Pasalnya, Bitcoin adalah alat pembayaran yang terdesentralisasi. Artinya, ia tidak memiliki ketergantungan pada satu pihak. Sebagaimana rekening bank yang Anda miliki, ia tersentralisasi pada bank tersebut. Ketika bank tersebut memblokir rekening, Anda tidak bisa melakukan apa-apa. Namun, tidak demikian dengan Bitcoin. Bitcoin menggunakan basis data yang didistribusikan ke nodes dari jaringan peer-to-peer ke jurnal transaksi. Bitcoin juga menggunakan kriptografi untuk menyediakan fungsi-fungsi keamanan dasar, seperti untuk memastikan bahwa ia hanya bisa oleh orang memilikinya. Maka, Bitcoin adalah alat pembayaran sempurna untuk meminta tebusan dari ransomware!
Ransomware yang berkembang belakangan ini hampir semuanya menggunakan Bitcoin untuk menarik tebusan. Pertanyaannya, bagaimana korban bisa mengirim Bitcoin sedangkan komputer mereka terkena ransomware dan tidak bisa diakses? Penebar ransomware sudah mengakomodasi hal ini. Ransomware sengaja tidak mematikan fungsi-fungsi networking dari komputer sehingga korban tetap bisa mengirim Bitcoin, bahkan penebar ransomware juga memberi “fasilitas” bagi korbannya untuk mencari tahu apa itu Bitcoin dan menonton video tutorial Bitcoin. Luar biasa!
Gambar 2 : Permintaan tebusan dengan Bitcoin
Pertanyaan selanjutnya, katakanlah mereka mendapatkan banyak Bitcoin, lalu bagaimana mereka mencairkannya?
Pertama, sebagaimana sudah disebutkan, bahwa Bitcoin itu terdesentralisasi, menggunakan basis data terdistribusi, menggunakan enkripsi untuk verifikasi kepemilikannya, dll. ini semua membuat Bitcoin memungkinkan untuk dimiliki secara anonim! Bitcoin juga dapat disimpan di komputer pribadi dalam sebuah format file wallet atau disimpan oleh sebuah layanan wallet pihak ketiga. Terlepas dari semua itu, Bitcoin dapat dikirim lewat internet kepada siapapun yang mempunyai sebuah alamat Bitcoin. Topologi peer-to-peer Bitcoin dan kurangnya administrasi tunggal membuatnya tidak mungkin untuk otoritas, pemerintahan apapun, untuk memanipulasi nilai dari Bitcoin atau menyebabkan inflasi dengan memproduksi lebih banyak Bitcoin.
Kedua, para penebar ransomware biasanya melakukan Bitcoin-laundering, yaitu dengan mentransfer bitcoin mereka melalui beberapa block transfer wallets, kemudian menambahkan beberapa layer dalam prosesnya untuk mengacak pola dan menghilangkan jejak. Atau, mereka bisa memanipulasi sebuah pekerjaan online yang darinya mereka mendapatkan uang tunai. Tentunya ini membuat orang sulit memisahkan dan membedakan mana transaksi yang sebenarnya dengan Bitcoin-laundering.
Gambar 3 : Transaksi Bitcoin
Salah satu cara efektif untuk menghadapi ancaman ransomware adalah dengan mencadangkan data secara reguler. Namun, ransomware terbaru dikabarkan tidak hanya mengenkripsi file, tetapi juga mengenkripsi Windows system restore points. Oleh karena itu, sebaiknya backup data atau restore points disimpan pada sistem terpisah yang tidak terakses oleh jaringan sehingga secara efektif dapat mengembalikan data jika terserang ransomware.
Cara lain dalam mencegah serangan ransomware di antaranya dengan langkah-langkah berikut:
Selain langkah-langkah di atas, kita perlu juga melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran ransomware pada tingkat sistem karena tentunya tidak mungkin 100% kita mencegah orang untuk membuka situs web dan email. Tugas ini perlu dilakukan oleh system administrator. Di antara langkah-langkahnya adalah:
Baca Juga : SSO Undiksha : Mengenal, Cara Penggunaan, dan Mengatasi Gagal Login
Jika Anda merasa terkena serangan ransomware, beberapa aksi berikut ini semestinya dilakukan:
Penutup
Ransomware adalah momok dalam dunia digital dan mulai menjadi-jadi di beberapa tahun terakhir ini karena sifatnya yang tidak hanya memberikan gangguan, tetapi juga meminta tebusan kepada korbannya. Namun, dengan mengenal cara kerjanya serta metode-metode yang digunakan para penyerang dan menerapkan langkah-langkah preventif, kita dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko terkena serangan ransomware.
Sumber : http://kipmi.or.id